Monday, May 23, 2016

Laporan Praktikum Biokimia Protein

I.     PENDAHULUAN

A.  Judul
Protein
B.  Tujuan
1.    Mengetahui sifat asam amino
2.    Mengetahui berbagai tes asam amino dan protein
3.    Menguji larutan albumin dengan berbagai macam uji protein
4.    Menguji larutan tryptophan dengan berbagai macam uji protein






















II.  TINJAUAN PUSTAKA

Kata protein berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen penting penting atau komponen utama dalam sel hewan atau manusia. Oleh karena itu, sel merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta (Poedjiadi, 1994).
Protein adalah makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel hidup dan merupakan 50% atau lebih berat kering sel. Protein ditemukan di dalam semua sel dan semua bagian sel. Protein juga amat bervariasi; ratusan jenis yang berbeda dapat ditemukan dalam satu sel. Protein mempunyai berbagai peran biologis, karena protein merupakan instrumen molekuler yang mengekspresikan informasi genetik (Lehninger, 1990). Protein merupakan senyawa polimer organik yang berasal dari monomer asam amino yang mempunyai ikatan peptida. Protein memiliki peran yang sangat penting pada fungsi dan struktur seluruh sel makhluk hidup. Hal ini dikarenakan molekul protein memiliki kandungan oksigen, karbon, nitrogen, hidrogen, dan sulfur. Sebagian protein juga mengandung fosfor (Rozi, 2011).
Menurut Nursanti dan Yazid (2006), berdasarkan struktur molekulnya, protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu:
1.    Protein globuler, yaitu protein berbentuk bulat atau elips dengan rantai polipeptida yang berlipat. Umumnya, protein globuler larut dalam air, asam, basa, atau etanol. Contoh: albumin, globulin, protamin, semua enzim, dan antibodi.
2.    Protein fiber, yaitu protein berbentuk serat atau serabut dengan rantai polipeptida memanjang pada satu sumbu. Hampir semua protein fiber memberikan peran struktural atau pelindung. Protein fiber tidak larut dalam air, asam, basa, maupun etanol. Contoh: keratin pada rambut, kolagen pada tulang rawan, dan fibroin pada sutra.

Protein mempunyai fungsi utama yang kompleks dalam semua proses biologi. Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangku dan penyimpan molekul lain seperti oksigen, mendukung secara mekani sistem kekebalan tubuh, menghasilkan pergerakan tubuh, sebagai transmittor gerakan syaraf dan mengendalikan pertumuhan dan perkembangan (Katili, 2009). Di dalam tubuh, protein mempunyai fungsi yang penting. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan kulit, otot, rambut, membran sel, jantung, hati, ginjal, dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang aktif. Beberapa diantaranya adalah enzim yang berperan sebagai biokatalisator, hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme tubuh dan antibodi untuk mmpertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kekurangan protein dalam waktu lama akan mengganggu berbagai proses metabolism di dalam tubuh serta mengurangi daya tahan terhadap serangan penyakit (Nursanti dan Yazid, 2006).
Menurut Suwandi (1989), ada beberapa sifat protein antara lain:
1.    Kelarutan, kelarutan protein dalam berbagai larutan berbeda
2.    Sifat koloid, di dalam air protein akan membentuk koloid, disamping itu protein memiliki gugus hidrofilik seperti –NH2, -COOH, -OH, sehingga koloid hidrofil, karena molekulnya cukup besar maka protein tidak berdifusi dalam membran.
3.    Sifat asam basa, ditentukan oleh gugus asam basa pada gugus R-nya. Adanya gugus asam basa menyebabkan protein bersifat amfoter.
4.    Denaturasi dan koagulasi, mengalami perubahan sifat fisik dan kereaktifan biologisnya disebabkan oleh pemanasan.
Menurut Riawan (1990), sifat-sifat protein adalah sebagai berikut:
1.    Kelarutan protein dalam berbagai pelarut (air, larutan encer dari garam, alkohol) berlainan dan pernah dipakai untuk membagi protein-protein dalam golongan-golongan.
2.    Protein berlaku sebagai koloid hidrofil mempunyai sifat mengadsorbsi air. Sifat mengadsorbsi air dapat dilihat dalam keadaan bengkak bila disengat lebah, yang mengeluarkan HCOOH.
3.    Sifat amfoter yaitu dapat bereaksi pada senyawa asam dan basa serta juga dapat menerima dan memberi proton sekaligus.
4.    Bentuknya tergantung pada pH seperti pada asam amino.
Menurut Poedjiadi (1994), struktur dasar protein dibedakan menjadi empat tingkat, yaitu :
1.    Struktur primer
Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam protein yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida dan juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui.
Gambar 1. Struktur primer protein (Campbell dkk, 2009)
2.    Struktur sekunder
Struktur sekunder protein sudah mengalami interaksi intermolekul melalui rantai samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis struktrur sekunder yaitu struktur alfa heliks dan lembaran berlipat.
Gambar 2. Struktur sekunder protein (Campbell dkk, 2009)
3.    Struktur tersier
Struktur tersier terbentuk karena adanya lipatan membentuk struktur yang kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik.
 
Gambar 3. Struktur tersier protein (Campbell dkk, 2009)
4.    Struktur kuartener
Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan yang menunjukkan suatu model struktur kuartener yang terdiri atas dua unit protein globular.
Gambar 4. Struktur kuartener protein (Campbell dkk, 2009)
Protein yang ditemukan umumnya tersusun dari 20 macam asam amino, semua asam amino berada dalam bentuk alpha-amino. Asam alpha-amino yang paling sederhana adalah asam amino asetat, yang disebut glisin. Asam amino  lainnya memiliki rantai cabang yang terletak pada atom karbon-alpha. Karena asam alpha-amino mempunyai dua gugus polar yang berbeda, maka asam amino merupakan senyawa yang sangat polar (Riswiyanto, 2009). Asam amino saling berikatan pada peptide dan protein melalui pembentukan sebuah amida di antara gugus karboksil sebuah asam amino pada asam amino. Emil Fischer, yang pertama kali memperkenalkan struktur ini, menamakan ikatan-alpha-amino tersebut sebagai ikatan peptide. Sebuah molekul yang terdiri dari gabungan dua buah asam amino melalui ikatan ini adalah dipeptida (Hart, 1990).
Asam amino adalah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus –NH2 pada atom karbon α dari posisi gugus –COOH. Rumus umum asam amino:
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik dan non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik.
Penggolongan asam amino didasari pada sifat dan struktur gugus sisa (R), seperti gugus R yang bersifat asam, basa, gugus R yang mengandung belerang atau hidroksil, R sebagai senyawa basa , alifatik dan yang siklik. Namun penggolongan yang umum dipergunakan adalah sifat polaritas dari gugus R.
1.    Asam amino dengan R yang bersifat non polar. Gugus R dalam golongan asam amino merupakan senyawa hidrokarbon, dengan karakteristik hidrofobik. Golongan ini terdiri dari lima senyawa asam amino yang memilliki gugus R alifatik yaitu alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin, sedangkan gugus R yang mempunyai struktur hidrogen meliputi fenil alanin dan triptopan, serta satu molekul yang mengandung belerang yaitu methionin.
2.    Asam amino dengan R polar tapi tidak bermuatan, asam amino ini bersifat polar, dan hidrofilik atau lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan asam amino jenis pertama. Golongan ini memiliki gugus fungsional yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Beberapa asam amino yang masuk dalam golongan ini adalah; glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin dan glutamine.
3.    Asam amino dengan gugus R yang bermuatan negative (asam), kelompok ini hanya terdiri dari dua asam amino yang memiliki gugus bermuatan total negative, yaitu asam aspartat dan asam glutamate. Kedua molekul ini memiliki gugus tambahan yang bermuatan negative yaitu gugus karboksilat.
4.    Asam amino dengan gugus R bermuatan positif (basa). Lisin merupakan asam amino yang masuk dalam golongan ini, akan memiliki muatan total positif pada pH 14. Sedangkan arginin mengandung gugus guanidine yang bermuatan positif dan histidin mengandung gugus imidazol yang sedikit mengion
(Fessenden dan Fessenden, 1997).
Klasifikasi asam amino dapat dilakukan berdasarkan rantai samping (gugus –R) dan sifat kelarutannya di dalam air. Berdasarkan kelarutan di dalam air dibagi atas asam amino hidrofobik (alanin, isoleusin, leusin, metionin, prolin, dan sebagainya) dan hidrofilik (glisin, histidin, lisin, asam glutamat, asam aspartat, dan sebagainya). Berdasarkan rantai sampingnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Dengan rantai samping alifatik (asam amino non polar) : Glisin, Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin, Prolin.
2.      Dengan rantai samping yang mengandung gugus hidroksil (OH), (asam amino polar) : Serin, Treonin, Tirosin.
3.      Dengan rantai samping yang mengandung atom sulfur (asam amino polar): sistein dan metionin.
4.      Dengan rantai samping yang mengandung gugus asam atau amidanya (gugus R bermuatan negatif) : Asam aspartat, Aspargin, Asam glutamat, Glutamin.
5.      Dengan rantai samping yang mengandung gugus basa (gugus R bermuatan positif) : Arginin, lisin, Histidin.
6.      Yang mengandung cincin aromatik : Histidin, Fenilalanin, Tirosin, Triptofan ().
Beberapa sifat-sifat umum dari asam amino menurut Fessenden (1999) yakni:
1.      Suatu asam amino mengalami reaksi asam basa internal yang menghasilkan suatu ion dipolar, yang juga disebut zwitter ion karena terjdinya muatan ion, suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam. pKa suatu asam amino bukanlah pKa dari gugus –COOH, melainkan dari gugus NH3+. pKb bukan dari gugus amino yang bersifat basa melainkan dari gugus –COO- yang bersifat basa lemah.
2.      Hampir semua asam amino bersifat optis aktif kecuali glisin
3.      Mempunyai momen dipole yang besar
4.      Saling berikatan dengan ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (COOH) dan gugus amino (NH2) dari asam amino lain.
Pada praktikum ada beberapa sampel yang digunakan yaitu albumin, triptofan, reagen biuret, reagen ninhidrin, buffer asetat. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Albumin larut dalam air netral yang tidak mengandung garam, biasanya ada molekul yang berbobot nisbi rendah. Golongan protein ini paling banyak dijumpai pada telur (albumin telur), darah (albumin serum), dalam susu (laktalbumin). Albumin dapat diidentifikasi karena larut dalam air dan larutan garam (Fessenden, 1999). Struktur albumin
800px-Cimetidine_structure
Albumin yang dipakai pada saat praktikum adalah ovalbumin. Ovalbumin merupakan salah satu protein yang ada pada putih telur terbanyak sekita 54% dari total protein putih telur yang mempunyai kemampuan dalam membentuk buih (Alleoni dan Antunes, 2004).  
Tryptophan adalah salah satu dari 20 asam amino standar, dan merupakan asam amino esensial. Untuk banyak organisme (termasuk manusia), tryptophan adalah asam amino esensial. Ini berarti bahwa tidak dapat disintesis oleh organisme dan oleh karena itu harus menjadi bagian dari asupan makanan. Asam amino, termasuk tryptophan, bertindak sebagai building blocks dalam biosintesis protein. Selain itu, fungsi tryptophan adalah sebagai prekursor biokimia untuk senyawa serotonin, niacin, dan auksin (Pandiangan, 2006). Tryptophan merupakan pemula vitamin niasin, dan serotonin-metionin donor gugus metil untuk sintesis beberapa senyawa seperti kolin dan kreatin (Poedjiadi, 1994). Struktur triptofan:
Uji – uji yang dilakukan pada percobaan protein adalah uji kualitatif antara lain uji ninhidrin, uji biuret, dan uji denaturasi dan koagulasi.
1.    Uji Ninhidrin
Ninhidrin adalah reaksi yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Ninhidrin merupakan hidrat dari triketon siklik dan jika bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan warna violet  (Hart, 1990). Semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru atau ungu Ruhemann. Namun, prolin dan hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning (Yazid dan Nursanti, 2006).
2.    Uji Biuret
Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet (Plummer, 1978). Reagen biuret terbuat dari larutan CuSO4 sebagai pendonor Cu menjadi ion Cu2+ yang akan mengikat CO dan NH pada protein dan asam amino; K.Na.Tartarat yang membantu Cu2+ mengikat amida asam; NaOH atau KOH sebagai pemberi suasana basa. Semakin pekat warna ungu yang terbentuk menandakan semakin banyaknya ikatan peptide pada suatu sampel. Reaksi ini negative terhadap asam amino, karena asam amino tidak memiliki ikatan peptide (Bintang, 2010).
Suatu peptida dapat bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks biru ungu. Reaksi positif biuret terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih tetapi negatif untuk asam amino bebas. Reaksi juga positif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung dua gugus: -CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan –CONH2. Uji biuret positif ditandai dengan terbentuknya senyawa kompleks yang berwarna ungu atau violet akibat reaksi dari ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa dengan polipetida atau ikatan – ikatan peptida penyusun protein (Poedjiadi, 1994).
3.    Uji Denaturasi dan Koagulasi
Penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik isolistrik protein tersebut. Denaturasi protein adalah proses yang mengubah susunan ruang konfigurasi tiga dimensi protein dari struktur molekul asli/awal yang semula bersatu menjadi tidak bersatu lagi. Selama denaturasi, ikatan hidrogen dan hidrofobik terputus dan terjadi peningkatan entropi atau derajat ketidakkompakan molekul. Denaturasi dapat bersifat reversible seperti khimotripsin yang kehilangan aktivitasnya pada pemanasan tetapi akan aktif kembali ketika pendinginan. Pada umumnya tidak mungkin mengembalikan protein pada kondisi aslinya setelah denaturasi, sebab denaturasi protein menjadi kurang larut dan kehilangan aktivitas biologisnya seperti sifat-sifat hormonal, kapasitas peningkatan antigen dan aktivitas enzim (Plummer, 1978).
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan. Protein dapat mengalami koagulasi bila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi terjadi apabila larutan protein berada pada titik isoelektriknya yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya sehingga saling menetralkan yang menyebabkan kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Koagulasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pemanasan, asam, enzim, dan perlakuan mekanis (Gaman, 1994).




















III.    METODE

A.  Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan pada saat praktikum adalah pro pipet, pipet ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, waterbath, gelas beker, aluminium foil. Bahan – bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah albumin, triptofan, reagen biuret, reagen ninhidrin HCl 0,1 N, buffer asetat 1 M, NaOH 0,1 N.
B.   Cara Kerja
1.      Uji Ninhidrin
Larutan albumin dan triptofan diambil masing – masing 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian, masing – masing larutan yang telah dimasukan ke dalan tabung reaksi ditambah 8 tetes reagen ninhidrin. Setelah itu larutan dipanaskan di dalam waterbath selama 5 menit dan perubahan warna yang terjadi diamati.
2.      Uji Biuret
Larutan albumin dan triptofan diambil masing – masing 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian masing – masing masing – masing larutan ditetesi 10 tetes reagen biuret. Perubahan warna yang terjadi diamati.
3.      Uji Denaturasi dan Koagulasi
Larutan albumin dan larutan triptofan diambil masing – masing 9 ml dimasukkan ke dalam 6 tabung reaksi yang berbeda. Setelah pada dua tabung reaksi pertama untuk albumin dan triptofan di tambah 1 ml buffer asetat 1 M, pada dua tabung reaksi kedua untuk albumin dan triptofan di tambah 1 ml HCl 0,1 M, dan pada dua tabung reaksi terakhir umtuk albumn dan triptofan ditambah 1 ml NaOH 0,1 M. setelah itu tabung reaksi dipanaskan dalam waterbath selama 15 menit dengan dengan suhu 95 oC. Kemudian tabung dua tabung reaksi yang ditambah HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M ditambah 1 ml buffer asetat, dan perubuhan yang terjadi diamati.

IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari percobaan yang dilakukan hasil yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Ninhidrin
Sampel
Warna
Hasil (+/-)
Larutan albumin
Ungu ruhemann
+
Larutan triptofan
Bening keunguan
+
Pembahasan
   
Gambar1. Hasil Uji Ninhidrin Sebelum dan Sesudah Pemanasan (dokumen pribadi, 2015)
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui adanya asam amino bebas dalam protein. Uji ninhidrin merupakan uji kualitatif protein. Ninhidrin merupakan hidrat dari triketon siklik. Semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru atau ungu. Jadi, reaksi positif adalah terbentuknya warna biru atau ungu.
Pada uji ini larutan albumin dan triptofan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah reagen ninhidrin. Penambahan reagen ninhidrin agar senyawa pada ninhidrin yaitu triketohidrindenahidrat bereaksi dengan asam amino membentuk aldehida yang lebih kecil dengan membebaskan karbon dioksida, ammonia, dan menghasilkan warna biru atau ungu Ruhemann. Setelah itu, dipanaskan diwaterbath dengan tujuan untuk mempercepat reaksi  triketohidrindenahidrat  dengan asam amino.
Berdasarkan tabel 1 hasil yang didapat pada albumin warna akhir adalah ungu Ruhemann dan pada triptofan warna akhir adalah bening keunguan. Kedua larutan memberikan hasil positif karena hasil akhir kedua larutan setelah pemanasan adalah ungu. Pada albumin warna ungu yang dihasilkan lebih pekat dibandingkan dengan triptofan, karena albumin merupakan protein yang memiliki banyak asam amino bebas dibandingkan triptofan sehingga senyawa ninhidrin lebih bereaksi pada albumin. Warna pada triptofan kurang pekat karena, triptofan merupakan asam amino tunggal, sehingga senyawa ninhidrin bereaksi dengan asam amino tunggal. Dari hasil yang didapat sesuai dengan teori Nursanti dan Yazid bahwa semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru atau ungu Ruhemann.
Tabel 2. Hasil Uji Biuret
Sampel
Warna
Hasil (+/-)
Larutan albumin
Ungu / violet
+
Larutan triptofan
Biru
-
Pembahasan
 
Gambar 2. Hasil Uji Biuret (dokumen pribadi, 2015).
Tujuan uji ini untuk mengetahi molekul peptida pada protein serta adanya senyawa yang mengandung gugus amida asam. Uji ini termasuk uji kualitatif. Reaksi positif dari uji biuret di tunjukan dengan warna ungu atau violet. Pada uji ini larutan albumin dan triptofan dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi berbeda dan ditetesi 10 tetes reagen biuret, perubahan warna diamati. Penambahan reagen biuret bertujuan agar ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa akan berekasi dengan ikatan – ikatan peptida yang menyusun protein. Warna yang dihasilkan adalah warna ungu. Semakin pekat warna ungu yang terbentuk menandakan semakin banyak ikatan peptida suatu sampel. Rekasi negetif terhadap asam amino, karena asam amino tidak memiliki ikatan peptida (Bintang, 2010). Reaksi posotif reagen biuret:
Berdasarkan tabel 2 hasil akhir yang didapat adalah larutan albumin memberikan warna ungu bening dan larutan triptofan memberikan warna biru. Hal ini berart albumin menunjukan hasil positif dengan reagen biuret dan larutan triptofan menunjukkan hasil negatif dengan reagen biuret. Hal ini sesuai dengan teori bahwa warna ungu dihasilkan oleh ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa berekasi dengan ikatan – ikatan peptida yang menyusun protein. Sedangkan pada triptofan menunjikan hasil negatif karena asam amino tidak memiliki ikatan peptida.











Tabel 3. Hasil Uji Denaturasi dan Koagulasi
Sampel
Perlakuan
Gumpalan
Hasil (+/-)
Sebelum dipanaskan
Setelah dipanaskan
Setelah di(+) buffer asetat
Albumin I
Keruh, ada busa dipermukaan
Gumpalan putih padat

+++++
+
Albumin II
Keruh, terdapat cincin protein, cincin koagulasi
Tidak menggumpal semua (putih)
Tidak menggumpal semua (sebagian)
++++
+
Albumin III
Keruh, ada busa dipermukaan
Bening dan bergelembung
Terbentuk gumpalan warna putih
+++
+
Triptofan I
Bening
Bening tanpa gumpalan

-
-
Triptofan II
Bening, ada gelembung dipermukaan
Bening tanpa gumpalan
Bening tanpa gumpalan
-
-
Triptofan III
Bening, gelembung sedikit
Bening tanpa gumpalan
Bening tanpa gumpalan
-
-
Pembahasan
 
Gambar 3. Hasil Uji Denaturasi dan Koagulasi Sebelum penambahan buffer asetat dan sesudah penambahan buffer asetat setelah pemanasan (dokumen pribadi, 2015).
Tujuan dari uji ini ini adalah untuk mengetahui proses perubahan konformasi struktur tiga dimensi dari protein akibat denaturasi dan mengetahui proses koagulasi protein saat mencapai titik isoelektriknya. Uji ini merupakan uji kualitatif. Penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses denaturasi. Denaturasi adalah perubahan protein dan bentuk konformasi (struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener) yang tidak disertai terputusnya ikatan peptida yang terlibat dalam struktur primernya. Apabila konfirmasi molekul protein berubah, misalnya oleh perubahan suhu, pH atau karena terjadi suatu reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam, maka aktivitas biokimianya akan berkurang. Denaturasi dapat pula terjadinya oleh adanya gerakan mekanik, alkohol, aseton, encer, dan deterjen (Hart, 1990). Reaksi positif adalah terbentuknya koagulasi. Protein terkoagulasi karena hasil denaturasi protein oleh panas atau alkohol. Penggumpalan juga dapat terjadi karena aktivitas enzim proteolitik. Koagulasi terjadi apabila asam amino berada pada titik isoelektrik (Poedjiadi, 1994).
Pada percobaan ini larutan albumin dan triptofan dimasukan ke dalam  6 tabung tabung reaksi berbeda. Dua tabung reaksi pertama ditambah 1 ml bufer asetat, dua tabung reaksi ke dua ditambah 1 ml HCl 0,1 M, dan dua tabung reaksi terakhir 1 ml NaOH. Kemudian semua tabung reaksi tadi dipanaskan dalam waterbath. Buffer asetat berfungsi untuk mempercepat proses koagulasi. Sedangkan penambahan HCl dan NaOH untuk mendenaturasi protein sehinnga koagulasi terbentuk sedikit saja. Pemanasan berfungsi untuk mempercepat reaksi.
Dari tabel 3 hasil yang didapat adalah albumin I sebelum dipanaskan keruh dan ada busa dipermukaan, setelah dipanaskan albumin I menghasilkan banyak gumpalan putih padat dan hasilnya postif. Hal ini menunjukkan bahwa albumin I terkoagulasi. Albumin II hasil sebelum dipanaskan ada cincin protein atau cincin koagulasi, setelah dipanaskan sebagian albumin II menggumpal. Setelah ditambah buffer asetat albumin II banyak gumpalan, hal ini berarti albumin II mengalami koagulasi. Albumin III hasil sebelum dipanaskan keruh dan ada busa dipermukaan, setelah dipanaskan hasil albumin III bening dan bergelembung. Setelah ditambah buffer asetat hasil albumin III terbentuk gumpalan, hal ini menandakan albmin terkoagulasi. Dari ketiga albumin memberikan hasil yang positif dengan muncul gumpalan. Koagulasi dapat terbentuk karena ketiga larutan telah mencapai titik isoelektriknya, sehingga muncullah koagulasi. albumin mampu mencapai titik isoelektriknya yaitu pH 4,7 sehingga terjadi denaturasi dan koagulasi pada larutan.
Pada hasil Triptofan I, II, da III hasil yang didapat adalah bening tanpa adanya gumpalan. Hal ini berarti pada triptofan tidak mengalami denaturasi karena triptofan merupakan asam amino tunggal yang tidak memiliki struktur konformasi 3D. Triptofan tidak mencapai titik isoelektriknya yaitu pH 5,89 sehingga tidak terjadi denaturasi dan koagulasi.


























V.  KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Sifat – sifat asam amino:
a.       Suatu asam amino mengalami reaksi asam basa internal yang menghasilkan suatu ion dipolar, yang juga disebut zwitter ion
b.      Hampir semua asam amino bersifat optis aktif kecuali glisin
c.       Mempunyai momen dipole yang besar
d.      Saling berikatan dengan ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (COOH) dan gugus amino (NH2) dari asam amino lain.
2.      Test yang dikakukan untuk pengenalan asam amino dan protein adalah uji ninhidrin, uji biuret, dan uji denaturasi dan koagulasi.
3.      Larutan albumin diuji dengan uji ninhidrin bereaksi positif dengan warna ungu Ruhemann. Albumin diuji dengan uji biuret bereaksi positif dengan warna ungu. Albumin diuji dengan uji denaturasi dan koagulasi bereaksi positif dengan adanya gumpalan putih.
4.      Larutan triptofan diuji dengan uji ninhidrin bereaksi positif dengan warna ungu bening. Triptofan diuji dengan uji biuret bereaksi negatif karena menghasilkan warna biru. Triptofan diuji dengan uji denaturasi dan koagulasi bereaksi negarif karena tidak ada gumpalan.











DAFTAR PUSTAKA

Alleoni, A. C. C. dan Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and S-Ovalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate. Universidade do Norte do Paraná. UNOPAR, Londrina.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.
Campbell, N. A., Mitchell, L. G., dan Reece, J. B. 2009. Biologi, Jilid 3. Erlangga, Jakarta.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Erlangga.          Jakarta.
Fessenden, R. J. dan Joan, S. F. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Binarupa. Jakarta.
Gaman, P .M. 1994. Ilmu pangan. UGM-Press. Yogyakarta.
Hart, H. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.
Katili, A. S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu, 2(5): 23 – 18.
Lehninger, A. L. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Nursanti, L. dan Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Andi, Yogyakarta.
Pandiangan, D. 2006. Pengaruh Triptofan pada Pertumbuhan dan Kandungan Karantin dari Kalus Catharantus roses. Jurnal Matematika dan Sains, 11(4): 115 – 116.
Plummer, D. T. 1978. An Introduction to Practical Biochemistry. McGraw – Hill, New Delhi.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Binarupa Aksara. Jakarta.
Rozi, 2011. Protein. http://www.kesehatan123.com/2418/protein/. 18 Oktober 2012.
Suwandi, M. 1989. Kimia Organik. FKUI, Jakarta.


/>

2 comments:

Laporan Praktikum Centrifuge

Hello guys, welcome back to my blog 💋 I.      PENDAHULUAN A.   Judul Centrifuge B.   Tujuan 1.     Mengetahui prinsip kerja ...