I. PENDAHULUAN
A. Judul
Protein
B. Tujuan
1.
Mengetahui sifat asam amino
2.
Mengetahui berbagai tes asam amino dan protein
3.
Menguji larutan albumin dengan berbagai macam
uji protein
4.
Menguji larutan tryptophan dengan berbagai macam
uji protein
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kata protein
berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein
merupakan komponen penting penting atau komponen utama dalam sel hewan atau
manusia. Oleh karena itu, sel merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang
terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan
pertumbuhan tubuh. Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot
molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta
(Poedjiadi, 1994).
Protein adalah
makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel hidup dan merupakan 50% atau
lebih berat kering sel. Protein ditemukan di dalam semua sel dan semua bagian
sel. Protein juga amat bervariasi; ratusan jenis yang berbeda dapat ditemukan
dalam satu sel. Protein mempunyai berbagai peran biologis, karena protein
merupakan instrumen molekuler yang mengekspresikan informasi genetik
(Lehninger, 1990). Protein merupakan senyawa polimer organik yang
berasal dari monomer asam amino yang mempunyai ikatan peptida. Protein memiliki peran yang sangat penting
pada fungsi dan struktur seluruh sel makhluk hidup. Hal ini dikarenakan molekul
protein memiliki kandungan oksigen, karbon, nitrogen, hidrogen, dan sulfur.
Sebagian protein juga mengandung fosfor (Rozi, 2011).
Menurut
Nursanti dan Yazid (2006), berdasarkan struktur molekulnya, protein dapat
dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu:
1. Protein
globuler, yaitu protein berbentuk bulat atau elips dengan rantai polipeptida
yang berlipat. Umumnya, protein globuler larut dalam air, asam, basa, atau
etanol. Contoh: albumin, globulin, protamin, semua enzim, dan antibodi.
2. Protein
fiber, yaitu protein berbentuk serat atau serabut dengan rantai polipeptida
memanjang pada satu sumbu. Hampir semua protein fiber memberikan peran
struktural atau pelindung. Protein fiber tidak larut dalam air, asam, basa,
maupun etanol. Contoh: keratin pada rambut, kolagen pada tulang rawan, dan
fibroin pada sutra.
Protein mempunyai fungsi utama yang kompleks dalam semua
proses biologi. Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangku dan
penyimpan molekul lain seperti oksigen, mendukung secara mekani sistem
kekebalan tubuh, menghasilkan pergerakan tubuh, sebagai transmittor gerakan
syaraf dan mengendalikan pertumuhan dan perkembangan (Katili, 2009). Di
dalam tubuh, protein mempunyai fungsi yang penting. Fungsi utamanya sebagai zat
pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan kulit, otot, rambut,
membran sel, jantung, hati, ginjal, dan beberapa organ penting lainnya.
Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang
aktif. Beberapa diantaranya adalah enzim yang berperan sebagai biokatalisator,
hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme
tubuh dan antibodi untuk mmpertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kekurangan
protein dalam waktu lama akan mengganggu berbagai proses metabolism di dalam
tubuh serta mengurangi daya tahan terhadap serangan penyakit (Nursanti dan
Yazid, 2006).
Menurut Suwandi (1989), ada beberapa
sifat protein antara lain:
1. Kelarutan,
kelarutan protein dalam berbagai larutan berbeda
2. Sifat
koloid, di dalam air protein akan membentuk koloid, disamping itu protein memiliki
gugus hidrofilik seperti –NH2, -COOH, -OH, sehingga koloid hidrofil,
karena molekulnya cukup besar maka protein tidak berdifusi dalam membran.
3. Sifat
asam basa, ditentukan oleh gugus asam basa pada gugus R-nya. Adanya gugus asam
basa menyebabkan protein bersifat amfoter.
4. Denaturasi
dan koagulasi, mengalami perubahan sifat fisik dan kereaktifan biologisnya
disebabkan oleh pemanasan.
Menurut Riawan (1990), sifat-sifat
protein adalah sebagai berikut:
1. Kelarutan
protein dalam berbagai pelarut (air, larutan encer dari garam, alkohol)
berlainan dan pernah dipakai untuk membagi protein-protein dalam
golongan-golongan.
2. Protein
berlaku sebagai koloid hidrofil mempunyai sifat mengadsorbsi air. Sifat
mengadsorbsi air dapat dilihat dalam keadaan bengkak bila disengat lebah, yang
mengeluarkan HCOOH.
3. Sifat
amfoter yaitu dapat bereaksi pada senyawa asam dan basa serta juga dapat
menerima dan memberi proton sekaligus.
4. Bentuknya
tergantung pada pH seperti pada asam amino.
Menurut Poedjiadi (1994),
struktur dasar protein dibedakan menjadi empat tingkat, yaitu :
1.
Struktur primer
Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam
protein yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida
dan juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui.
Gambar 1. Struktur primer protein
(Campbell dkk, 2009)
2.
Struktur sekunder
Struktur sekunder protein sudah mengalami interaksi intermolekul melalui
rantai samping asam amino. Ikatan
yang membentuk struktur ini, didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai
samping yang membentuk pola tertentu
bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis struktrur
sekunder yaitu struktur alfa heliks dan lembaran berlipat.
Gambar 2. Struktur sekunder protein
(Campbell dkk, 2009)
3.
Struktur tersier
Struktur tersier terbentuk karena adanya lipatan membentuk struktur yang
kompleks. Pelipatan distabilkan
oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik,
ikatan hidrofilik.
Gambar 3. Struktur tersier protein
(Campbell dkk, 2009)
4.
Struktur kuartener
Struktur
kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein. Sebagian besar protein globular
terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini
saling berinteraksi membentuk persekutuan yang menunjukkan suatu model struktur
kuartener yang terdiri atas dua unit protein globular.
Gambar 4.
Struktur kuartener protein (Campbell dkk, 2009)
Protein yang ditemukan umumnya tersusun
dari 20 macam asam amino, semua asam amino berada dalam bentuk alpha-amino.
Asam alpha-amino yang paling sederhana adalah asam amino asetat, yang disebut
glisin. Asam amino lainnya memiliki
rantai cabang yang terletak pada atom karbon-alpha. Karena asam alpha-amino
mempunyai dua gugus polar yang berbeda, maka asam amino merupakan senyawa yang
sangat polar (Riswiyanto, 2009). Asam amino
saling berikatan pada peptide dan protein melalui pembentukan sebuah amida di
antara gugus karboksil sebuah asam amino pada asam amino. Emil Fischer, yang
pertama kali memperkenalkan struktur ini, menamakan ikatan-alpha-amino tersebut
sebagai ikatan peptide. Sebuah molekul yang terdiri dari gabungan dua buah asam
amino melalui ikatan ini adalah dipeptida (Hart, 1990).
Asam amino adalah asam
karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang terdapat sebagai
komponen protein mempunyai gugus –NH2 pada atom karbon α dari posisi
gugus –COOH. Rumus umum asam amino:
Pada umumnya
asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik dan non polar
seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam
karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun
aromatik yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air
tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik.
Penggolongan asam
amino didasari pada sifat dan struktur gugus sisa (R), seperti gugus R yang
bersifat asam, basa, gugus R yang mengandung belerang atau hidroksil, R sebagai
senyawa basa , alifatik dan yang siklik. Namun penggolongan yang umum
dipergunakan adalah sifat polaritas dari gugus R.
1. Asam amino dengan R yang bersifat non
polar. Gugus R dalam golongan asam amino merupakan senyawa hidrokarbon, dengan
karakteristik hidrofobik. Golongan ini terdiri dari lima senyawa asam amino
yang memilliki gugus R alifatik yaitu alanin, valin, leusin, isoleusin dan
prolin, sedangkan gugus R yang mempunyai struktur hidrogen meliputi fenil
alanin dan triptopan, serta satu molekul yang mengandung belerang yaitu
methionin.
2. Asam amino dengan R polar tapi tidak
bermuatan, asam amino ini bersifat polar, dan hidrofilik atau lebih mudah larut
dalam air dibandingkan dengan asam amino jenis pertama. Golongan ini memiliki
gugus fungsional yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Beberapa
asam amino yang masuk dalam golongan ini adalah; glisin, serin, treonin,
sistein, tirosin, asparagin dan glutamine.
3. Asam amino dengan gugus R yang
bermuatan negative (asam), kelompok ini hanya terdiri dari dua asam amino yang
memiliki gugus bermuatan total negative, yaitu asam aspartat dan asam
glutamate. Kedua molekul ini memiliki gugus tambahan yang bermuatan negative
yaitu gugus karboksilat.
4. Asam amino dengan gugus R bermuatan
positif (basa). Lisin merupakan asam amino yang masuk dalam golongan ini, akan
memiliki muatan total positif pada pH 14. Sedangkan arginin mengandung gugus
guanidine yang bermuatan positif dan histidin mengandung gugus imidazol yang
sedikit mengion
(Fessenden dan Fessenden, 1997).
Klasifikasi asam amino dapat dilakukan berdasarkan rantai samping (gugus
–R) dan sifat kelarutannya di dalam air. Berdasarkan kelarutan di dalam air
dibagi atas asam amino hidrofobik (alanin, isoleusin, leusin, metionin, prolin,
dan sebagainya) dan hidrofilik (glisin, histidin, lisin, asam glutamat, asam
aspartat, dan sebagainya). Berdasarkan rantai sampingnya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Dengan rantai samping alifatik (asam amino non
polar) : Glisin, Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin, Prolin.
2. Dengan rantai samping yang mengandung gugus
hidroksil (OH), (asam amino polar) : Serin, Treonin, Tirosin.
3. Dengan rantai samping yang mengandung atom
sulfur (asam amino polar): sistein dan metionin.
4. Dengan rantai samping yang mengandung gugus
asam atau amidanya (gugus R bermuatan negatif) : Asam aspartat, Aspargin, Asam
glutamat, Glutamin.
5. Dengan rantai samping yang mengandung gugus
basa (gugus R bermuatan positif) : Arginin, lisin, Histidin.
6. Yang mengandung cincin aromatik : Histidin, Fenilalanin,
Tirosin, Triptofan ().
Beberapa sifat-sifat umum dari asam amino menurut
Fessenden (1999) yakni:
1.
Suatu asam
amino mengalami reaksi asam basa internal yang menghasilkan suatu ion dipolar,
yang juga disebut zwitter ion karena
terjdinya muatan ion, suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam. pKa suatu
asam amino bukanlah pKa dari gugus –COOH, melainkan dari gugus NH3+.
pKb bukan dari gugus amino yang bersifat basa melainkan dari gugus –COO-
yang bersifat basa lemah.
2.
Hampir semua
asam amino bersifat optis aktif kecuali glisin
3.
Mempunyai
momen dipole yang besar
4.
Saling
berikatan dengan ikatan peptida, yaitu ikatan antara gugus karboksil (COOH) dan
gugus amino (NH2) dari asam amino lain.
Pada praktikum ada beberapa
sampel yang digunakan yaitu albumin, triptofan, reagen biuret, reagen
ninhidrin, buffer asetat. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam
plasma yang mencapai kadar 60 persen. Albumin larut dalam air netral yang tidak
mengandung garam, biasanya ada molekul yang berbobot nisbi rendah. Golongan
protein ini paling banyak dijumpai pada telur (albumin telur), darah (albumin
serum), dalam susu (laktalbumin). Albumin dapat diidentifikasi karena larut
dalam air dan larutan garam (Fessenden, 1999). Struktur albumin
Albumin yang dipakai pada saat praktikum adalah ovalbumin.
Ovalbumin merupakan salah satu protein yang ada pada putih telur terbanyak
sekita 54% dari total protein putih telur yang mempunyai kemampuan dalam
membentuk buih (Alleoni dan Antunes, 2004).
Tryptophan adalah salah satu dari 20 asam amino standar, dan merupakan asam amino esensial. Untuk banyak organisme (termasuk manusia), tryptophan
adalah asam amino esensial. Ini berarti bahwa tidak dapat disintesis oleh
organisme dan oleh karena itu harus menjadi bagian dari asupan makanan. Asam amino, termasuk tryptophan, bertindak sebagai building blocks dalam biosintesis
protein. Selain itu, fungsi tryptophan adalah sebagai prekursor biokimia untuk
senyawa serotonin, niacin, dan auksin (Pandiangan, 2006). Tryptophan
merupakan pemula vitamin niasin, dan serotonin-metionin donor gugus metil untuk
sintesis beberapa senyawa seperti kolin dan kreatin (Poedjiadi,
1994). Struktur triptofan:
Uji – uji yang
dilakukan pada percobaan protein adalah uji kualitatif antara lain uji
ninhidrin, uji biuret, dan uji denaturasi dan koagulasi.
1.
Uji Ninhidrin
Ninhidrin
adalah reaksi yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan
konsentrasinya dalam larutan. Ninhidrin merupakan hidrat dari triketon siklik
dan jika bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan warna violet (Hart, 1990). Semua asam amino atau peptida
yang mengandung asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk
senyawa kompleks berwarna biru atau ungu Ruhemann. Namun, prolin dan
hidroksiprolin menghasilkan senyawa berwarna kuning (Yazid dan Nursanti, 2006).
2. Uji Biuret
Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan
reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru
violet (Plummer, 1978). Reagen biuret terbuat dari larutan CuSO4
sebagai pendonor Cu menjadi ion Cu2+ yang akan mengikat CO dan NH
pada protein dan asam amino; K.Na.Tartarat yang membantu Cu2+
mengikat amida asam; NaOH atau KOH sebagai pemberi suasana basa. Semakin pekat warna ungu yang terbentuk
menandakan semakin banyaknya ikatan peptide pada suatu sampel. Reaksi ini
negative terhadap asam amino, karena asam amino tidak memiliki ikatan peptide
(Bintang, 2010).
Suatu peptida dapat bereaksi dengan ion Cu2+
dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks biru ungu. Reaksi
positif biuret terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih tetapi negatif untuk
asam amino bebas. Reaksi juga positif terhadap senyawa-senyawa yang mengandung
dua gugus: -CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2,
dan –CONH2. Uji biuret positif ditandai dengan terbentuknya senyawa
kompleks yang berwarna ungu atau violet akibat reaksi dari ion Cu2+
dari pereaksi biuret dalam suasana basa dengan polipetida atau ikatan – ikatan
peptida penyusun protein (Poedjiadi, 1994).
3. Uji Denaturasi dan Koagulasi
Penggumpalan protein biasanya didahului oleh proses
denaturasi yang berlangsung dengan baik pada titik isolistrik protein tersebut.
Denaturasi protein adalah proses yang mengubah susunan ruang konfigurasi tiga
dimensi protein dari struktur molekul asli/awal yang semula bersatu menjadi
tidak bersatu lagi. Selama denaturasi, ikatan hidrogen dan hidrofobik terputus
dan terjadi peningkatan entropi atau derajat ketidakkompakan molekul.
Denaturasi dapat bersifat reversible seperti khimotripsin yang kehilangan aktivitasnya
pada pemanasan tetapi akan aktif kembali ketika pendinginan. Pada umumnya tidak
mungkin mengembalikan protein pada kondisi aslinya setelah denaturasi, sebab
denaturasi protein menjadi kurang larut dan kehilangan aktivitas biologisnya
seperti sifat-sifat hormonal, kapasitas peningkatan antigen dan aktivitas enzim
(Plummer, 1978).
Koagulasi
adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia
sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan.
Protein dapat mengalami koagulasi bila dipanaskan pada suhu 50oC
atau lebih. Koagulasi terjadi apabila larutan protein berada pada titik
isoelektriknya yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan
negatifnya sehingga saling menetralkan yang menyebabkan kelarutan protein
sangat menurun atau mengendap. Koagulasi protein dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain pemanasan, asam, enzim, dan perlakuan mekanis (Gaman,
1994).
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan pada saat praktikum adalah
pro pipet, pipet ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, waterbath,
gelas beker, aluminium foil. Bahan – bahan yang digunakan pada saat praktikum
adalah albumin, triptofan, reagen biuret, reagen ninhidrin HCl 0,1 N, buffer
asetat 1 M, NaOH 0,1 N.
B. Cara Kerja
1.
Uji Ninhidrin
Larutan albumin dan triptofan diambil masing – masing
1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian, masing –
masing larutan yang telah dimasukan ke dalan tabung reaksi ditambah 8 tetes
reagen ninhidrin. Setelah itu larutan dipanaskan di dalam waterbath selama 5
menit dan perubahan warna yang terjadi diamati.
2.
Uji Biuret
Larutan albumin dan triptofan diambil masing – masing
1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian masing –
masing masing – masing larutan ditetesi 10 tetes reagen biuret. Perubahan warna
yang terjadi diamati.
3.
Uji Denaturasi dan Koagulasi
Larutan albumin dan larutan triptofan diambil masing –
masing 9 ml dimasukkan ke dalam 6 tabung reaksi yang berbeda. Setelah pada dua
tabung reaksi pertama untuk albumin dan triptofan di tambah 1 ml buffer asetat
1 M, pada dua tabung reaksi kedua untuk albumin dan triptofan di tambah 1 ml HCl
0,1 M, dan pada dua tabung reaksi terakhir umtuk albumn dan triptofan ditambah
1 ml NaOH 0,1 M. setelah itu tabung reaksi dipanaskan dalam waterbath selama 15
menit dengan dengan suhu 95 oC. Kemudian tabung dua tabung reaksi
yang ditambah HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M ditambah 1 ml buffer asetat, dan perubuhan
yang terjadi diamati.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang dilakukan
hasil yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Ninhidrin
Sampel
|
Warna
|
Hasil (+/-)
|
Larutan
albumin
|
Ungu
ruhemann
|
+
|
Larutan
triptofan
|
Bening
keunguan
|
+
|
Pembahasan
Gambar1.
Hasil Uji Ninhidrin Sebelum dan Sesudah Pemanasan (dokumen pribadi, 2015)
Tujuan dari uji ini adalah untuk
mengetahui adanya asam amino bebas dalam protein. Uji ninhidrin
merupakan uji kualitatif protein. Ninhidrin merupakan hidrat dari
triketon siklik. Semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino
bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru
atau ungu. Jadi, reaksi positif adalah terbentuknya warna biru atau ungu.
Pada uji ini larutan albumin dan
triptofan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah reagen ninhidrin.
Penambahan reagen ninhidrin agar senyawa pada ninhidrin yaitu triketohidrindenahidrat bereaksi
dengan asam amino membentuk
aldehida yang lebih kecil dengan membebaskan karbon dioksida, ammonia, dan
menghasilkan warna biru atau ungu Ruhemann. Setelah itu, dipanaskan diwaterbath
dengan tujuan untuk mempercepat reaksi
triketohidrindenahidrat dengan
asam amino.
Berdasarkan tabel 1 hasil yang
didapat pada albumin warna akhir adalah ungu Ruhemann dan pada triptofan warna
akhir adalah bening keunguan. Kedua larutan memberikan hasil positif karena
hasil akhir kedua larutan setelah pemanasan adalah ungu. Pada albumin warna
ungu yang dihasilkan lebih pekat dibandingkan dengan triptofan, karena albumin
merupakan protein yang memiliki banyak asam amino bebas dibandingkan triptofan
sehingga senyawa ninhidrin lebih bereaksi pada albumin. Warna pada triptofan
kurang pekat karena, triptofan merupakan asam amino tunggal, sehingga senyawa
ninhidrin bereaksi dengan asam amino tunggal. Dari hasil yang didapat sesuai
dengan teori Nursanti dan Yazid bahwa semua asam amino atau peptida yang
mengandung asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa
kompleks berwarna biru atau ungu Ruhemann.
Tabel 2. Hasil Uji Biuret
Sampel
|
Warna
|
Hasil (+/-)
|
Larutan
albumin
|
Ungu
/ violet
|
+
|
Larutan
triptofan
|
Biru
|
-
|
Pembahasan
Gambar
2. Hasil Uji Biuret (dokumen pribadi, 2015).
Tujuan uji ini
untuk mengetahi molekul peptida pada protein serta adanya senyawa yang
mengandung gugus amida asam. Uji ini termasuk uji kualitatif. Reaksi positif
dari uji biuret di tunjukan dengan warna ungu atau violet. Pada uji ini larutan
albumin dan triptofan dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi berbeda dan ditetesi
10 tetes reagen biuret, perubahan warna diamati. Penambahan reagen biuret
bertujuan agar ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana basa akan
berekasi dengan ikatan – ikatan peptida yang menyusun protein. Warna yang
dihasilkan adalah warna ungu. Semakin pekat warna ungu yang terbentuk
menandakan semakin banyak ikatan peptida suatu sampel. Rekasi negetif terhadap
asam amino, karena asam amino tidak memiliki ikatan peptida (Bintang, 2010). Reaksi
posotif reagen biuret:
Berdasarkan
tabel 2 hasil akhir yang didapat adalah larutan albumin memberikan warna ungu
bening dan larutan triptofan memberikan warna biru. Hal ini berart albumin
menunjukan hasil positif dengan reagen biuret dan larutan triptofan menunjukkan
hasil negatif dengan reagen biuret. Hal ini sesuai dengan teori bahwa warna
ungu dihasilkan oleh ion Cu2+ dari CuSO4 dalam suasana
basa berekasi dengan ikatan – ikatan peptida yang menyusun protein. Sedangkan
pada triptofan menunjikan hasil negatif karena asam amino tidak memiliki ikatan
peptida.
Tabel 3. Hasil Uji Denaturasi dan Koagulasi
Sampel
|
Perlakuan
|
Gumpalan
|
Hasil (+/-)
|
||
Sebelum dipanaskan
|
Setelah dipanaskan
|
Setelah di(+) buffer asetat
|
|||
Albumin
I
|
Keruh,
ada busa dipermukaan
|
Gumpalan
putih padat
|
|
+++++
|
+
|
Albumin
II
|
Keruh,
terdapat cincin protein, cincin koagulasi
|
Tidak
menggumpal semua (putih)
|
Tidak
menggumpal semua (sebagian)
|
++++
|
+
|
Albumin
III
|
Keruh,
ada busa dipermukaan
|
Bening
dan bergelembung
|
Terbentuk
gumpalan warna putih
|
+++
|
+
|
Triptofan
I
|
Bening
|
Bening
tanpa gumpalan
|
|
-
|
-
|
Triptofan
II
|
Bening,
ada gelembung dipermukaan
|
Bening
tanpa gumpalan
|
Bening
tanpa gumpalan
|
-
|
-
|
Triptofan
III
|
Bening,
gelembung sedikit
|
Bening
tanpa gumpalan
|
Bening
tanpa gumpalan
|
-
|
-
|
Pembahasan
Gambar 3. Hasil Uji
Denaturasi dan Koagulasi Sebelum penambahan buffer asetat dan sesudah
penambahan buffer asetat setelah pemanasan (dokumen pribadi, 2015).
Tujuan dari uji ini ini adalah
untuk mengetahui proses perubahan konformasi struktur tiga dimensi dari protein
akibat denaturasi dan mengetahui proses koagulasi protein saat mencapai titik
isoelektriknya. Uji ini merupakan uji kualitatif. Penggumpalan protein biasanya
didahului oleh proses denaturasi. Denaturasi adalah perubahan protein dan
bentuk konformasi (struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener) yang tidak
disertai terputusnya ikatan peptida yang terlibat dalam struktur primernya. Apabila
konfirmasi molekul protein berubah, misalnya oleh perubahan suhu, pH atau
karena terjadi suatu reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam, maka aktivitas
biokimianya akan berkurang. Denaturasi dapat pula terjadinya oleh adanya
gerakan mekanik, alkohol, aseton, encer, dan deterjen (Hart, 1990).
Reaksi positif adalah terbentuknya koagulasi. Protein
terkoagulasi karena hasil denaturasi protein oleh panas atau alkohol.
Penggumpalan juga dapat terjadi karena aktivitas enzim proteolitik. Koagulasi
terjadi apabila asam amino berada pada titik isoelektrik (Poedjiadi, 1994).
Pada percobaan
ini larutan albumin dan triptofan dimasukan ke dalam 6 tabung tabung reaksi berbeda. Dua tabung
reaksi pertama ditambah 1 ml bufer asetat, dua tabung reaksi ke dua ditambah 1
ml HCl 0,1 M, dan dua tabung reaksi terakhir 1 ml NaOH. Kemudian semua tabung
reaksi tadi dipanaskan dalam waterbath. Buffer asetat berfungsi untuk
mempercepat proses koagulasi. Sedangkan penambahan HCl dan NaOH untuk
mendenaturasi protein sehinnga koagulasi terbentuk sedikit saja. Pemanasan
berfungsi untuk mempercepat reaksi.
Dari tabel 3
hasil yang didapat adalah albumin I sebelum dipanaskan keruh dan ada busa
dipermukaan, setelah dipanaskan albumin I menghasilkan banyak gumpalan putih
padat dan hasilnya postif. Hal ini menunjukkan bahwa albumin I terkoagulasi.
Albumin II hasil sebelum dipanaskan ada cincin protein atau cincin koagulasi,
setelah dipanaskan sebagian albumin II menggumpal. Setelah ditambah buffer
asetat albumin II banyak gumpalan, hal ini berarti albumin II mengalami
koagulasi. Albumin III hasil sebelum dipanaskan keruh dan ada busa dipermukaan,
setelah dipanaskan hasil albumin III bening dan bergelembung. Setelah ditambah
buffer asetat hasil albumin III terbentuk gumpalan, hal ini menandakan albmin
terkoagulasi. Dari ketiga albumin memberikan hasil yang positif dengan muncul
gumpalan. Koagulasi dapat terbentuk karena ketiga larutan telah mencapai titik
isoelektriknya, sehingga muncullah koagulasi. albumin mampu mencapai
titik isoelektriknya yaitu pH 4,7 sehingga terjadi denaturasi dan koagulasi
pada larutan.
Pada hasil Triptofan I, II, da
III hasil yang didapat adalah bening tanpa adanya gumpalan. Hal ini berarti
pada triptofan tidak mengalami denaturasi karena triptofan merupakan asam amino
tunggal yang tidak memiliki struktur konformasi 3D. Triptofan tidak mencapai
titik isoelektriknya yaitu pH 5,89 sehingga tidak terjadi denaturasi dan
koagulasi.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil percobaan diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sifat – sifat asam amino:
a. Suatu asam amino mengalami reaksi asam basa
internal yang menghasilkan suatu ion dipolar, yang juga disebut zwitter ion
b. Hampir semua asam amino bersifat optis aktif
kecuali glisin
c. Mempunyai momen dipole yang besar
d. Saling berikatan dengan ikatan peptida, yaitu
ikatan antara gugus karboksil (COOH) dan gugus amino (NH2) dari asam
amino lain.
2.
Test yang dikakukan untuk pengenalan asam amino
dan protein adalah uji ninhidrin, uji biuret, dan uji denaturasi dan koagulasi.
3.
Larutan albumin diuji dengan uji ninhidrin
bereaksi positif dengan warna ungu Ruhemann. Albumin diuji dengan uji biuret bereaksi
positif dengan warna ungu. Albumin diuji dengan uji denaturasi dan koagulasi
bereaksi positif dengan adanya gumpalan putih.
4.
Larutan triptofan diuji dengan uji ninhidrin
bereaksi positif dengan warna ungu bening. Triptofan diuji dengan uji biuret
bereaksi negatif karena menghasilkan warna biru. Triptofan diuji dengan uji
denaturasi dan koagulasi bereaksi negarif karena tidak ada gumpalan.
DAFTAR PUSTAKA
Alleoni, A. C. C. dan Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and
S-Ovalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate. Universidade
do Norte do Paraná. UNOPAR, Londrina.
Bintang,
M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian.
Erlangga. Jakarta.
Campbell,
N. A., Mitchell, L. G., dan Reece, J. B. 2009. Biologi, Jilid 3.
Erlangga, Jakarta.
Fessenden,
R. J. dan Fessenden, J. S. 1997. Dasar-Dasar
Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Fessenden, R. J. dan
Joan, S. F. 1997. Dasar-Dasar Kimia
Organik. Binarupa. Jakarta.
Gaman, P .M.
1994. Ilmu pangan. UGM-Press.
Yogyakarta.
Hart,
H. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah
Singkat. Erlangga. Jakarta.
Katili,
A. S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu, 2(5): 23 – 18.
Lehninger,
A. L. 1990. Dasar-dasar Biokimia.
Erlangga, Jakarta.
Nursanti,
L. dan Yazid, E. 2006. Penuntun Praktikum
Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Andi, Yogyakarta.
Pandiangan, D. 2006.
Pengaruh Triptofan pada Pertumbuhan dan Kandungan Karantin dari Kalus
Catharantus roses. Jurnal Matematika dan
Sains, 11(4): 115 – 116.
Plummer, D. T. 1978. An Introduction to Practical Biochemistry.
McGraw – Hill, New Delhi.
Poedjiadi,
A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI
Press, Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Binarupa Aksara. Jakarta.
Rozi, 2011. Protein. http://www.kesehatan123.com/2418/protein/. 18 Oktober 2012.
Suwandi, M.
1989. Kimia Organik. FKUI, Jakarta.
terimakasih postingannya membantu sebagai sumber referensi laporan:)
ReplyDeletesama sama. semoga membantu :)
ReplyDelete